Minggu, 19 Juni 2011

BAB XI PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Sejarah pengembangan Islam di Pekalongan tidak lepas dari proses Penyebaran Islam di Indonesia. Sementara sejarah penyebarannya di Asia Tenggara dan Indonesia sangat berhubungan dengan perdagangan antar negara yang berlangsung sejak masa abad VI Masehi. Pada masa itu, India, Cina, Arab dan wilayah Asia Tenggara, Kamboja, Thailand dan Indonesia selama tujuh abad lebih mengalami Indianisasi. Yang membawa agama Hindu Budha serta yang lain berjaya di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di dalam skema wilayah penyebaran agama Islam di Indonesia sangat tidak merata dan berproses sangat panjang melalui tahapan yang berbeda-beda. Akan tetapi sangat jelas bahwa penyebaran Islam di Indonesia dan Filipina dimulai dari arah Barat.

Sejarah pengembangan Islam di Pekalongan tidak lepas dari proses Penyebaran Islam di Indonesia. Sementara sejarah penyebarannya di Asia Tenggara dan Indonesia sangat berhubungan dengan perdagangan antar negara yang berlangsung sejak masa abad VI Masehi. Pada masa itu, India, Cina, Arab dan wilayah Asia Tenggara, Kamboja, Thailand dan Indonesia selama tujuh abad lebih mengalami Indianisasi. Yang membawa agama Hindu Budha serta yang lain berjaya di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di dalam skema wilayah penyebaran agama Islam di Indonesia sangat tidak merata dan berproses sangat panjang melalui tahapan yang berbeda-beda. Akan tetapi sangat jelas bahwa penyebaran Islam di Indonesia dan Filipina dimulai dari arah Barat.
Awal penyebaran Islam pertama dimulai dari Sumatera bagian utara. Petunjuk pertama yang memberikan keterangan tentang kerajaan Islam pertama di Sumatera adalah prasasti Islam yang berangka tahun 1098 (Perlak), prasasti yang berangka tahun 1235 (Samudra Pasai) dan catatan para musafir seperti Abu Zaid dan Ibnu Batutah tentang keberadaan kerajaan-kerajaan Islam pertama yang diketahui mulai abad X dan abad XII Masehi.
Petunjuk para musafir dan pedagang Islam yang mungkin sambil membawa misi Islam mendarat di Jawa adalah ditemukannya prasasti Islam yang tertua, karena memuat angka tahun 475 Hijriah (tahun 1082 Masehi) ditemukan di desa Leran, Gresik, Jawa Timur.
Prasasti yang terpahat pada nisan batu berdiameter lebar 40 cm tinggi 8 cm dengan tebal 5 cm memuat nama seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun yang wafat pada hari Senin Hijratun Nabi 475 Hijriah (1082 Masehi). Bila dilihat dari bentuk nisannya yang segiempat, mirip sebuah lempengan batu oleh para ahli dianggap sebagai bandul pemberat kapal yang dibawa oleh awak kapal. Akan tetapi nama Fatiman binti Maimun yang mungkin seorang putri bangsawan bernama Maimum dipastikan bahwa seorang wanita dan wafat di desa Leran, Gresik yang memuat angka tahun 475 Masehi adalah seorang muslimat dari pulau Sumatera. Diketahui bahwa pada awal abad X – XI Islam baru masuk ke Sumatera Utara sementara Jawa dan pulau-pulau lainnya di Indonesia masih dikuasai kerajaan Hindu-Budha.
Berdirinya kerajaan Tajik (Tasyi) di Sumatera Utara pada abad IX – X Masehi merupakan kerajaan Islam pertama yang dibangun oleh para pedagang dari Yaman (Jazirah Arab). Menurut Abu Zaid seorang musafir dari Arab sekitar tahun 800 Masehi telah datang rombongan ulama Hadramaut yang berjumlah 100 orang yang terdiri dari ulama Arab, Persi dan India. Mereka melakukan dakwah sambil berdagang. Kronik-kronik lokal seperti hikayat Melayu yang dikutip oleh Husen Asmi dari Malaysia menceritakan bahwa sebagian ulama-ulama Parsi bermazhab Syiah. Mereka adalah pengikut Ibnu Muawiyah yang setelah terjadi konflik pada pertengahan abad VIII Masehi (tahun 740) terpencar lari ke timur jauh dan Asia Tenggara . Rombongan yang berlabuh di Perlak di antaranya nahkoda Khalifah. Nahkoda Khalifah berhasil mengislamkan Meurah Perlak seorang raja Perlak yang sebelumnya beragama Hindu dan dalam waktu setengah abad ia dan rakyatnya sudah menjadi muslim. Nahkoda khalifah mengawini putri Meurah dan melahirkan seorang putra yang bernama Sayid Abdul Azis yang kelak menjadi sultan pertama di Perlak pada tahun 840 Masehi.
Menurut Husen Asmi kerajaan Perlak mengalami perkembangan yang sejahtera dari tahun 840 – 1298 Masehi. Lebih dari 450 tahun Perlak diperintah oleh raja-raja Islam. Perlak berasal dari kata Perelue sebuah nama kayu yang baik untuk bangunan kapal. Kerajaan ini sudah dikenal hampir di seluruh Asia Tenggara karena telah menghasilkan kayu yang baik untuk pembuatan kapal. Selain itu Perlak juga berperan menjadi wilayah penghubung antara negara Arab, India, Spanyol, Jawa dan Cina.
Marcopolo seorang Venesia ketika singgah di Perlak pada perjalanan pulangnya dari Cina sempat mencatat situasi Perlak pada tahun 1292 Masehi. Perlak oleh Marcopolo diketahui sebagai kota Islam yang dihuni oleh pedagang dan penyebar agama Islam dari Arab, Parsi dan India. Menurut Husen Asmi beberapa peristiwa penting tercatat terjadinya perang antara golongan Syiah dan Ahlu sunah waljamaah, yaitu semasa pemerintahan Sultan Aliudin, Abdul Malik Syah, Johan Berdaulat (956 – 983 Masehi). Kemudian peperangan berakhir dengan perdamaian, di mana kerajaan Perlak terbagi menjadi dua yaitu Perlak pesisir dan Perlak Pedalaman.
Kerajaan Islam yang kedua di Sumatera adalah Samudera Pasai. Marcopolo menyebut dua kerajaan tetangga Perlak itu adalah Basman dan Samara (Samudra). Oleh hikayat raja-raja Melayu sering mengidektifkasikannya dengan Pasai dan Samudara. Prasasti Islam yang ditemukan di Lhokseumawe Aceh yang memuat tentang penguasa pertama di Pasai dan Samudra adalah Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 696 Hijriah (1297 Masehi). Nisan yang berhiaskan kaligrafi dan diduga dari Kambai India memberikan bukti pertama adanya masyarakat muslim di Indonesia Melayu.
Ibnu Batutah, musafir Maroko yang pernah singgah di Samudera dalam perjalanannya ke Cina tahun 1345 dan tahun 1346 Masehi ketika diterima sultan di kerajaan Samudra mengatakan bahwa masyarakat muslim Samudra dan Pasai menganut mazhab Syafi’i . Mazhab ini nampaknya sudah lama dibawa oleh ulama Suni, Samudra maupun Perlak, yang kelak berkembang di kalangan muslim Indonesia. Akan tetapi mazhab ini bukan satu-satunya mazhab yang diikuti oleh kesultanan Samudra Pasai. Sebab banyak para pejabat kesultanan Pasai bermazhab Syiah. Pada waktu pemerintahan Sultan Ahmad Malik Syah Zahir (Maliku Tahir) Sultan kedua putra Sultan Malikus Shaleh (1326 – 1371) hidup seorang ulama besar bernama Tajudin Isfahani. Nisan makamnya yang memuat prasasti menunjukkan keberadaan mereka. Tentang ulama Parsi dan India telah diceritakan oleh Ibnu Batutah selama singgah di Pasai, ia bertemu dengan dua pejabat kesultanan, satu orang dari Iran dan lainnya dari Isyafan. Salah satu dari mereka adalah Kepala Kehakiman pada Kerajaan Pasai.
Pada periode ini pula hidup ulama besar bernama Abdullah Shaleh Muhammad bin Syekh Tahir yang wafat pada tahun 1787 H dan seorang cendekiawan Kiran Sayid Syarif Khaer Ibnu Amir Ali Astrabadi (1833 H). Dua ulama dari Pasai dan Samudra yang membawa perkembangan dakwahnya ke Jawa abad XVII M seringkali membawa nama daerahnya yaitu Samara (Samudra). Ketika di Jawa kata Samara sering diucapkan menjadi Asmoro. Islam yang diterima di Indonesia merupakan hasil usaha mubaligh dari Arab, Iran, dan India. Pengaruh tasawuf sangat mencolok. Metode Penyebaran Islam di Pasai maupun Samudra secara langsung menunjukkan cara-cara pengislaman yang cukup jelas. Selain bukti-bukti prasasti Islam seperti nisan Malik As-Saleh pendiri kerajaan Islam di Aceh, naskah-naskah hikayat raja-raja Pasai menunjukkan dengan jelas proses penyebaran Islam di Sumatera . Di samping metodologi pengarangnya, meskipun naskah-naskah yang bernilai sastra seperti hikayat raja Pasai, oleh pakar sejarah dipandang sangat lemah sebagai sumber sekunder, karena akurasi sebagai sumber historiografi hampir tidak memenuhi syarat. Akan tetapi naskah sastra melayu yang ditulis oleh penulis lokal tersebut sesuai dengan jalan pikiran melayu mengandung sistem pendidikan yang jelas.
Proses Penyebaran Islam di Sumatera tersebut telah menjadi acuan bagi sistem pendidikan agama di Sumatera. Masuknya Islam di Pekalongan dan Pekalongan berkaitan dengan tumbuhnya kota-kota di pesisir utara pada masa abad ke XIV bersamaan dengan proses Penyebaran Islam yang dilakukan oleh para Mulah (ulama) di Jawa. Ketika para Wali Songo berhasil mendirikan kerajaan Islam di Demak, Cirebon maupun Banten (lihat pada Bab Penyebaran Islam di Jawa).
Pada abad XIV meskipun Islam sudah dipeluk oleh masyarakat pribumi dan keluarga raja namun tak menjelaskan adanya Penyebaran Islam secara langsung yang dilakukan oleh para mubaligh dari barat. Kedatangan orang-orang dari Arab, India, Cina yang beragama Islam yang pertama karena dipengaruhi oleh perdagangan yang hampir empat abad telah meramaikan laut Jawa dan Sumatera. Dengan demikian peta sejarah politik di Indonesia pada abad ke XIV dan XV hampir dikatakan sangat gelap.
Hal ini sama tidak jelasnya terhadap proses Penyebaran Islam di Jawa karena langkanya atau jarangnya bukti-bukti yang kita dapatkan. Akan tetapi selama kurun waktu itu tampak jelas adanya dua negara besar yang memiliki pengaruh sangat besar yaitu kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan Malaka di Malaya. Majapahit adalah negara terbesar di antara negara-negara yang ada di Indonesia sebelum datangnya agama Islam. Malaka mungkin kerajaan terbesar di antara kerajaan-kerajaan perdagangan yang menganut agama Islam di Asia Tenggara. Kerajaan ini secara langsung menjadi urat nadi perdagangan Asia, yang membawa para musafir, ulama Islam maupun pejabat negara melakukan ekspedisi dan perjalanan ke timur seperti Jawa, Ternate, Brunai hingga Kepulauan Mindanao.
Uraian hikayat raja-raja Pasai berakhir pada penundukan Pasai, sedang pada sejarah Pasai berakhir sampai pada penobatan Sultan Ahmad putra sultan Maliku Tahir. Uraiannya ditutup dengan daftar negara-negara yang ditundukkan oleh Majapahit.

Malaka Pusat Dagang dan Pusat Penyebaran Islam Abad XIV

Pada periode berikutnya setelah kerajaan Islam Sumatera berkembang sekitar abad XIV M berdiri kota perdagangan Malaka. Malaka disebut sebagai kota dagang terpenting di kepulauan bagian barat pada abad XIV hingga XV M. Oleh karenanya Malaka menjadi pusat bagi orang-orang muslim asing, dalam usaha penyebaran Islam ke timur, seperti Brunai, Jawa, Ternate, maupun ke Mindanao (Filipina). Bersama-sama dengan pesatnya arus perdagangan di Malaka yang menjadi bandar perdagangan antara Cina, India, Arab dan Eropa, Penyebaran Islam yang dibawa oleh ulama ke Asia Tenggara terus berkembang.
Petunjuk adanya kekuasaan baru di Malaka, bahwa Sultan Mansyur Syah pada tahun 822 H (1477 M) adalah sultan keenam yang mengendalikan Malaka hingga berjaya menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara. Mengenai kesultanaan Malaka ini selain sumber-sumber dari prasasti Sultan Mansyur Syah adapula prasasti nisan di Pangkalan Kempas di Negeri Sembilan. Adanya prasasti nisan ini membuktikan bahwa daerah tersebut sedang mengalami transisi menjadi daerah Islam. Prasasti ini adalah batu nisan Sultan Pahang yang berangka tahun 1389 Saka (1467 – 1478 M). Batu nisan itu terdiri atas dua bagian. Salah satunya ditulis dengan bahasa melayu dengan huruf Arab, sedangkan bagian lain ditulis dengan bahasa Melayu namun pakai huruf Palawa/India yang menyebutkan sebuah nama Ahmad Mujana atau Majana.
Di semenanjung Melayu tidak terdapat satupun bukti mengenai catatan orang-orang Indonesia yang memeluk agama Islam sebelum abad XIV M. Beberapa catatan dari sumber sejarah dari orang Eropa seperti Tome Tires, memandang Malaka begitu penting sebagai pusat kerajaan Islam di Asia Tenggara pada abad ke XIV M setelah kerajaan Islam Samudra Pasai.
Sebelum tahun 1403 M nama Malaka belum dikenal di dalam sejarah, Malaka dikenal setelah Yin Ciing datang ke Malaka dan telah terjadi hubungan antara Malaka dan Cina pada tahun 1404 M. Pada tahun 1405 kerajaan Malaka menjadi kerajaan perfektur dari kerajaan Cina, untuk itu raja Malaka harus membayar upeti setiap tahun kepada Cina. Sebagai tanda bahwa Malaka menjadi bagian perfektur dari Cina maka oleh Kaisar Yung Lo di Malaka telah dibuat prasasti yang isinya mengandung ajaran moral dan politik yang dianut oleh Dinasti Ming. Munculnya Malaka menjadi pelabuhan dagang utama di Asia Tenggara membuat para pedagang yang biasanya mengunjungi Pasai datang di Malaka. Akibatnya Malaka bertambah hari bertambah ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai negara dan kebangsaan. Tentang ramainya pelabuhan Malaka Tome Pires dalam bukunya “Summa Oriental” menggambarkan tentang situasi perdagangan dan datangnya para ulama ke Malaka untuk menyebarkan Islam. Beberapa pedagang kaya di Pasai lalu berpindah ke Malaka terutama pedagang-pedagang dari Persi, Benggali, dan Arab. Pada masa itu perdagangan di Asia Tenggara hampir dikuasai oleh pedagang-pedagang dari ketiga kebangsaan tersebut di atas. Mereka itu sangat kaya dan hampir menguasai seluruh mata dagangan secara besar-besaran. Ikut bersama para pedagang ialah para mulah dan alim ulama yang benar-benar paham tentang Islam ajaran Nabi Muhammad SAW.
Akhirnya ketika raja mencapai umur 70 tahun kerajaan Malaka di bawah Sultan Raja Iskandar Syah baru memeluk agama Islam bersama keluarganya setelah kawin dengan putri Pasai. Dengan berdirinya Malaka sebagai kerajaan Islam setelah Pasai hal ini telah membuka peluang bagi para mulah dan ulama ahli agama Islam untuk melakukan penyebaran Islam ke timur. Malaka berdiri pada tahun 1405 M, dan Islam masuk ke Malaka pada tahun 1406 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar