Minggu, 19 Juni 2011

BAB VIII JAMAN HINDU BUDHA (KABUPATEN PEKALONGAN)

MASUKNYA AGAMA HINDU-BUDHA KE INDONESIA

Timbulnya Agama Hindu-Budha

Yang dimaksud dengan istilah Hindu-Budha ialah agama atau kebudayaan yang berasal dari orang Hindu di India. Proses terjadinya agama ini sangat panjang. Mula-mula pada sekitar tahun 2500 SM ada orang-orang dari suku bangsa Drawida dan Munda tinggal di lembah Sungai Sindu (sekarang Sungai Gangga) di kota Mohenjo-Daro dan Harappa. Mereka hidup sebagai petani yang cinta damai. Dalam beragama, mereka sudah memiliki kitab-kitab suci yang disebut Weda, karena itu periode ini juga disebut Jaman Weda. Kehidupannya penuh dengan puja-puji kepada para dewa disertai banyak sesaji. Peradaban mereka sudah tinggi yang antara lain ditandai oleh adanya kota-kota dengan tata ruang yang baik dengan cara membuat jalan-jalan silang yang berukuran lebar. Mereka juga meninggalkan artefak dan relief-relief.

Kemudian pada sekitar tahun 1500 SM dari arah barat datanglah bangsa Arya dari suku Indo Jerman yang terdiri atas para ksatria yang suka berperang dan biasa mengembara di padang rumput. Mereka masuk ke India melalui pintu Kaiber Pass. Di lembah Sindhu bangsa Arya ini bercampur dengan suku banga Drawida dan Munda. Setelah melalui proses panjang akhirnya terbentuk peradaban dan agama baru yaitu agama Hindu. Periode ini juga disebut Jaman Hindu. Kehidupan mereka sehari-hari penuh dengan upacara-upacara penghormatan kepada para dewa. Pada jaman ini para brahmana memegang peranan sangat dominan. Agama Hindu ini dianut oleh masyarakat India selama sekitar 1000 tahun (1500 SM – 500 SM). Kesimpulan dan paparan tersebut di atas diketahui setelah kota-kota dan kebudayaan mereka yang tenggelam di lembah Sindu digali oleh para ahli purbakala Inggris pada sekitar tahun 1930-1940 M (lihat R.E.M. Wheeler, The Indus Civilization, Cambridge, 1953). Hasil-hasil penggalian arkeologis itu kemudian menjadi bahan rekonstruksi tentang Jaman Weda dan Jaman Hindu.
Saat Jaman Hindu pudar dan surut karena masyarakat tidak puas dengan pengaruh kaum brahmana yang terlalu besar, muncul ajaran baru yaitu Budha yang dipimpin oleh Sidharta Gautama (566 –483 SM), anak Raja India. Ayahnya bernama Sudhodana (dari keluarga Sakya) dan ibunya bernama Mahamaya. Sang ibu wafat setelah melahirkan Sidharta Gautama. Pada umur 29 tahun Sidharta Gautama meninggalkan istana untuk mencari pencerahan jiwa. Akhirnya ia mendapatkan ilmu pecerahan jiwa lalu ia menyebarkan ajarannya pertama kali di kota Bodhgaya. Ajarannya bukan tentang budaya pemujaan kepada dewa tetapi tentang ajaran filsafat yang dianggap dapat memecahkan masalah penderitaan hidup manusia yang berupa samsara. Ajaran Budha ini disebut Aryasatyani, di dalamnya diajarkan cara dan tahapan manusia melepaskan diri dari samsara untuk selanjutnya masuk ke nirwana atau surga. Ajaran Budha ini dianut masyarakat Hindu di India selama 800 ratus tahun ( 500 SM- 300 M). Puncak kejayaan ajaran Budha terjadi ketika Raja Asoka (273-232 SM) menjadi maharaja di India dan menyebarkan ajaran Budha hingga ke luar India. Agama Budha ini kemudian pecah menjadi dua aliran besar yaitu Hinayana dan Mahayana. Ajaran Mahayana juga terpecah lagi, antara lain menjadi Jina dan Tantra yang pengaruhnya masuk ke Indonesia. Agama Budha ini juga menyebar ke seluruh Asia Timur (antara lain Cina dan Jepang). Di Cina dan Jepang, Agama Budha disesuaikan dengan budaya lokal.
Kemudian Agama Budha di India mengalami masa surut. Pada sekitar tahun 300 M Agama Hindu bangkit kembali tetapi dengan bentuk dan isi sedikit berbeda karena dipengaruhi Agama Budha. Agama Hindu baru ini berkembang hingga sekitar tahun 1000 M dan biasa disebut agama Hindu-Budha. Jadi agama Hindu-Budha adalah perpaduan antara agama Hindu lama dengan agama Budha. Namun demikian ada masyarakat India yang mempertahankan kemurnian agama Hindu dan ada yang mempertahankan kemurnian agama Budha. Dengan demikian pada masa itu ada agama Hindu, agama Budha dan agama Hindu-Budha yang semuanya dapat hidup berdampingan secara damai.




Masuknya Agama Hindu-Budha ke Indonesia

Sejak sekitar awal abad pertama tahun Masehi, perdagangan antarbangsa di Asia dan antara Asia dengan Asia Barat dan Timur Tengah sudah ramai. Pedagang dari barat mencari sutera ke negeri Cina. Perdagangan sutera ini ditempuh melalui jalur darat dan jalur laut sehingga timbul istilah jalur sutera. Pada waktu bersamaan terjadi migrasi bangsa-bangsa di Asia Tenggara ke arah timur dan ke Asia Tenggara. Orang-orang Hindu dari India juga memasuki wilayah Indonesia secara bergelombang dan dalam tempo puluhan tahun hingga ratusan tahun. Orang Hindu ini membawa bahasa, aksara dan tradisi mereka. Kaum pendatang dari India ini terdiri dari golongan Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Di Indonesia mereka bukan hanya berdagang dan bergaul biasa tetapi juga melakukan kawin-mawin dengan suku-suku bangsa di tempat mereka bermukim sehingga terjalin ikatan darah. Sebagai akibatnya budaya antara kedua bangsa itu berbaur dan bercampur.
Budaya baru yang datang dari India ini tak mungkin diserap oleh suku-suku bangsa di Indonesia jika masyarakat Indonesia sendiri belum memiliki latar budaya yang tinggi dan sepadan dengan budaya asing itu. Para pakar sejarah kebudyaan Indonesia telah mengidentifikasi keunggulan budaya lokal Indonesia sebelum kedatangan Agama Hindu Budha. Dalam istilah ilmu pengetahuan, keunggulan budaya lokal ini disebut lokal genius (lihat buku Kepribadian Budaya Bangsa, suntingan Ayatrohaedi, Pustaka Jaya, 1986m, lihat juga HG Quaritch-Wales (1948),”The Making of Greater India: A Study of South East Asian Culture Change”, dalam Journal of Royal Asiatic Society). Ternyata ada 10 unsur lokal genius yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu:
1) Sistem Pemerintahan
2) Ilmu tentang Logam
3) Sistem Mata Uang
4) Sistem Metrum (tembang)
5) Ilmu Pelayaran
6) Irigasi Pertanian
7) Teknologi Keris
8) Teknologi Batik
9) Teknologi Gamelan
10) Pengetahuan Astronomi


Ketika budaya Hindu Budha dari India ini masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia memilih unsur-unsur budaya yang cocok lalu diserap dan dipadukan dengan budaya lokal. Para pemimpin suku dan para cendekiawan di Indonesia mulai belajar bahasa Sansekerta dan aksara Palawa. Akulturasi budaya itu antara lain melahirkan budaya tulis atau budaya aksara bagi beberapa suku bangsa di Indonesia. Dua raja yaitu Mulawarman di Kalimantan Timur dan raja Purnawarman di Jawa Barat mendeklarasikan keberadaaanya sebagai raja besar, juga dalam aksara Palawa dan bahasa Sansekerta. Budaya aksara seperti yang dipahatkan pada prasasti Kutai di Kalimantan Timur dan pada prasasti-prasasti raja Purnawarman di Jawa Barat merupakan babakan sejarah baru dimana bangsa Indonesia memulai jaman aksara. Di tengah berbagai peradaban bangsa-bangsa di dunia, mereka yang sudah mengenal atau menggunakan aksara diakui sebagai bangsa yang tataran budayanya sudah tinggi dan lebih siap untuk maju ke depan. Setelah abad ke-5 M, secara berturutan hampir semua wilayah di Indonesia. Bagian Tengah dan Bagian Barat dimasuki agama Hindu-Budha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar