Rabu, 03 November 2010

PELESTARIAN LINGKUNGAN PARIWISATA



I. PENDAHULUAN

Pariwisata telah menjadi generator perkembangan sosial dan ekonomi dunia dan sebagai salah satu motor penggerak utama di dalam perdagangan internasional. Untuk mendapatkan dukungan dari para pemegang keputusan pihak pemerintahan maupun industri diperlukan penyamaan persepsi tentang nilai dan pentingnya pariwisata di setiap destinasi wisata. Pentingnya pariwisata adalah sebagai motor untuk menghasilkan pendapatan (income), menciptakan kesempatan kerja, menarik investor, dan memfasilitasi peluang perdagangan dilingkungan sentra perdagangan regional maupun dunia.

Pariwisata adalah industri padat karya yang mampu membuka peluang lapangan kerja, terutama membantu memusnahkan siklus kemiskinan melalui pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia dan penciptaan prospek baru untuk generasi yang akan datang. Pekerjaannya tersebar diantara beragam industri dan mencakup spektrum tingkat renumerasi yang luas, pengembangan usaha kecil dan menengah, menciptakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja tidak terdidik ”unskilled” dan tenaga kerja yang terdidik ”skilled” di pusat maupun daerah. Pengeluaran para pengunjung di destinasi tersalurkan langsung kepada industri yang menyediakan layanan dan secara tidak langsung kepada usaha yang mensuplai barang maupun jasa kepada usaha di bidang pariwisata tersebut. Dengan cara ini, manfaat dari pengeluaran pengunjung dapat langsung disalurkan kepada ekonomi Lokal, Regional, Propinsi dan Nasional serta seluruh masyarakat.




Oleh karena itu kelangsungan hidup Pariwisata sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan perlu digaris bawahi. Tanpa lingkungan yang baik tidak mungkin pariwisata berkembang dengan baik karena dalam industri pariwisata lingkungan itulah sebenarnya dijual sehingga mutu lingkungan harus dipelihara. Di dalam pengembangan pariwisata asas pengelolaan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan bukanlah hal yang abstrak, melainkan benar-benar kongkrit dan sering mempunyai efek jangka pendek.

Sebagaimana diketahui pariwisata adalah untuk mendapatkan rekreasi bukan hanya dalam bentuk senang-senang tapi lebih untuk menciptakan kembali kekuatan secara fisik dan spiritual. Rekreasi dilakukan diluar tugas pekerjaan untuk mendapatkan hiburan. Hiburan inilah yang merupakan faktor utama dalam penciptaan kembali diri seseorang. Setiap wisatawan tentu memiliki harapan untuk mencapa tujuan tersebut yaitu menciptakan kondisi psikologis tertentu yang berkaitan erat dengan daya dukung lingkungan.

Diantara pariwisata itu ada yang kemudian secara khusus “menjual” keindahan lingkungan alam kepada wisatawan. Para pengunjung tidak hanya disuguhi pertunjukan tari-tarian dan acara kebudayaan penduduk setempat tetapi alam indah yang mempesona seperti air terjun, lembah, sungai, panorama pegunungan, flora dan faunanya. Dengan demikian wisatawan berkesempatan seluas-luasnya untuk sementara waktu agar memperoleh kesan yang mendalam tentang lingkungan setempat, tentang lingkungan yang bersih, jauh dari sampah yang dibiarkan berserakan dan tidak terurus, jauh dari limbah cair dan bau yang mengganggu wisatawan. Dengan demikian maka pariwisata dapat menjadi industri yang tidak terpolusi dibandingkan dengan industri otomotif, pertambangan, textile dll




II. POTENSI WISATA DI JAWA TENGAH

Arah kebijakan strategis pembangunan di bidang Pariwisata Provinsi Jawa Tengah antara lain adalah Pengembangan produk pariwisata yang diarahkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya wisata yang ada menjadi produk kolektif antar wilayah atau daerah, menggunakan prinsip pembangunan wisata berkelanjutan, merupakan keterpaduan antara daya tarik alam, budaya dan sosial kemasyarakatan, pengkayaan daya tarik produk dan peningkatan kualitas pelayanan bagi wisatawan. Sedangkan untuk mencapai pelaksanaan kebijakan tersebut dilaksanakan melalui sasaran pembangunan pariwisata antara lain adalah peningkatan kualitas pengelolaan obyek daerah tujuan wisata (ODTW) berbasis pelestarian lingkungan dan konservasi.

Sebagai daerah tujuan wisata, Jawa Tengah memiliki sejumlah besar potensi obyek wisata yang mendunia antara lain:
• Candi Borobudur dan Prambanan merupakan candi peninggalan agama Hindu dan Budha yang mempunyai sejarah dan budaya tinggi.
• Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran Surakarta sebagai pusat budaya Jawa
• Dataran tinggi Dieng sebagai kawasan wisata pegunungan dengan candi-candi Hindu
• Kawasan purbakala Sangiran sebagai laboratorium Paleontologi
• Kawasan Baturaden di Banyumas sebagai resort pegunungan yang indah
• Kepulauan Karimunjawa yang memiliki potensi unggulan wisata bahari
• Telaga rawa pening sebagai wisata alam
• Pulau nusakambangan Cilacap merupakan kawasan Goa, pantai dan wisata Agro

Disamping itu juga jenis wisata minat khusus yang terbentang dari ujung kabupaten Brebes hingga kabupaten Blora sebagai obyek wisata Agro seperti Kebun Teh Kaligua, wisata Agro Pabrik Gula Pangkah, Pagilaran, wisata Agro Tlogo di Kabupaten Semarang, Agro Mina Tlatar di Boyolali, Wisata Agro Kemuning di


Karanganyar, Losari Coffe Plantation di Kabupaten Magelang dan Wisata Agro Tambi di Wonosobo.

Di samping obyek wisata, jumlah wisatawan juga mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Sebagai gambaran pada tahun 2003 – 2004 terjadi peningkatan sebesar 8,53 % (15,7 juta wisatawan) dan tahun 2004 – 2005 meningkat menjadi 9,10 % (17,4 juta wisatawan). Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa wisata menjadi produk unggulan yang selalu dibutuhkan masyarakat. Namun demikian, meningkatnya jumlah wisatawan pada statu obyek wisata tentu tidak dapat terlepas dari dampak yang ditimbulkan baik dampak positif (ekonomi) maupun dampak negatif terhadap lingkungan.

III. DAMPAK PARIWISATA

Diketahui bersama bahwa tidak ada satupun mahluk yang dalam kehidupannya tidak menghasilkan limbah. Berkumpulnya masyarakat dalam suatu obyek wisata (wisatawan) tentu akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Pengembangan obyek pariwisata tidak semata mata obyek yang akan dilihat dan dinikmati keindahan dan nilai budayanya tetapi juga selalu dibarengi dengan pembangunan sarana dan prasarana didalamnya seperti kios cindera mata, WC umum, rumah makan, tempat parkir kendaraan, tempat belanja, tempat beristirahat dan bahkan pada lingkungan sekitarnya akan tumbuh tempat penginapan dan sebagainya. Dengan demikian maka baik wisatawan maupun tempat wisata berpotensi untuk menghasilkan sesuatu atau “limbah” yang dapat memusnahkan lingkungan itu sendiri.

Secara umum sumber dampak dari aktifitas wisata dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:






1. Dampak lingkungan akibat pengunjung
Sumber dampak lingkungan yang terlihat secara langsung adalah pengunjung. Pengunjunglah yang terlihat secara langsung membuang sampah atau menimbulkan kerusakan kawasan. Dalam proses pemetaan masalah hendaklah dibahas hal-hal yang menyebabkan keberadaan pengunjung yang cenderung menimbulkan kerusakan lingkungan. Ada dua penyebab dasar yaitu karateristik pengunjung yang tidak kompatibel dengan tujuan-tujuan konservasi dan jumlah pengunjung yang melebihi kapasitas. Kedua penyebab tersebut kemudian diperparah oleh kelemahan proses penegakan peraturan bagi pengunjung.

2. Dampak lingkungan akibat fasilitas
Pembahasan mengenai penyebab berbagai fasilitas, khususnya masalah kerusakan fasilitas, seringkali terpusat pada perilaku pengunjung. Padahal ternyata fasilitas adalah kontributor kerusakan lingkungan itu sendiri. Keberadaan fasilitas sebenarnya memang ditujukan untuk menyerap dampak lingkungan pengunjung, tetapi kesalahan dalam penempatan, disain dan pembangunannya justru menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih parah. Semua masalah ini menunjukkan bahwa perancang fasilitas kurang memahami disain yang berwawasan lingkungan dan kajian mengenai dampak lingkungan itu sendiri kurang dilakukan secara serius. Penggunaan air tanah, penebangan pohon dan berkurangnya daerah resapan untuk penyediaan fasilitas umum bagi pengunjung dapat berdampak negatif terhadap lingkungan wisata itu sendiri.

3. Dampak lingkungan akibat tata letak
Site plan merupakan awal dari lingkaran setan permasalahan, banyak sekali permasalahan justru muncul terkait dengan pengunjung maupun fasilitas dapat ditelusuri pangkalnya dari permasalahan site plan. Permasalahan yang umum terjadi adalah penempatan fasilitas yang berdekatan dengan daerah peka. Konsekuensi logis dari itu adalah konsentrasi pengunjung dan demikian pula konsentrasi dampak akan terpusat pada daerah peka tersebut. Permasalahannya menjadi lebih parah karena penempatan daerah terlalu dekat ke sungai, memberi akses yang terlalu besar dan bahkan mengarahkan distribusi pengunjung ke daerah tersebut, hal ini mengakibatkan pengadaan fasilitas yang semula dijadikan untuk menyerap dampak, malah memperparah dampak lingkungan itu sendiri.


IV. UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN PARIWISATA

Ekowisata merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan lingkungan sekaligus menjadikan wisatawan mencintai lingkungan. Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) serta meningkatkan kesejahtraan masyarakat setempat.
Melihat potensinya, maka Visi Ekowisata adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial.
Penetapan Visi Ekowisata di atas di dasarkan pada beberapa unsur utama:
1. Ekowisata tergantung kualitas SDA, peninggalan sejarah dan budaya.
Kekayaan keaneka-ragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata, sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk ekowisata. Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar, untuk
2.
mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional dan lokal.
3. Pelibatan Masyarakat
Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya tarik wisata, dimiliki oleh masyarakat setempat, oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan.
4. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.
Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.
5. Pertumbuhan pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional.
Kenyataan memperlihatkan kecenderungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik ditingkat internasional maupun nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya setempat.
6. Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat melalui kegiatan-kegiatan yang non-ekstraktif dan non-konsumtif sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata, mewujudkan ekonomi berkelanjutan.



Prinsip dan Kriteria Ekowisata
PRINSIP EKOWISATA KRITERIA EKOWISATA
1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. • Memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi).
• Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan.
• Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya.
• Memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.
• Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan.
• Mengelola usaha secara sehat.
• Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
• Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
2. Pengembangan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat. • Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata.
• Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
• Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
• Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak pengembangan ekowisata.
• Menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada masyarakat setempat.
• Membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
3. Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. • Membuka kesempatan kepada masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif.
• Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat.
• Meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.
• Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. • Menetapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
• Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainya (multi-stakeholders) dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
• Melakukan pendekatan, meminta saran-saran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata.
• Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.

Dengan demikian maka secara operasional, upaya-upaya konsevasi yang dapat dilakukan pada lingkungan pariwisata antara lain adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian pencemaran air.
Hendaknya dapat dipantau terhadap pengelolaan limbah yang dihasilkan dari fasilitas-fasilitas obyek wisata seperti MCK, rumah makan, penginapan, perkantoran dsb. Hal ini perlu diwaspadai karena pengelolaan yang kurang baik dapat berdampak terhadap bau, sarang penyakit, estétika dan pada gilirannya dapat menurunkan junlah pengunjung pada obyek wisata itu sendiri. Pengelolaan air limbah secara comunal (terintegrasi) merupakan salah satu alternatif positif yang direkomendasikan agar limbah cair dapat di kelola di satu tempat, tidak menyebar dan memudahkan pengelolaannya. Selain dari pada itu pemantauan limbah cair dari lingkungan sekitar kawasan juga harus diwaspadai dengan harapan agar lingkungan wisata tidak menjadi tempat pembuangan limbah cair dari kawasan atau daerah sekitarnya

2. Pengendalian Pencemaran Udara
Titik lokasi yang perlu mendapat perhatian adalah tempat parkir kendaraan bermotor wisatawan dan sumber lain yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Hal lain yang masih berhubungan erat dengan pencemaran udara adalah kebisingan dan debu di sepanjang rute menuju kawasan wisata. Semakin baik jalan dari dan menuju tempat wisata tersebut akan mengurangi dampak kebisingan dan timbulnya debu yang beterbangan, karena jalan yang sempit tidak beraspal mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan disuatu titik dan debupun akan banyak berterbangan. Oleh karena itu sebagai barier sekaligus penyerap polutan perlu diupayakan penanaman pohon/tumbuhan di kanan kiri jalan menuju lokasi maupun diesekitar tempat parkir kendaraan bermotor. Berikut daftar tanaman pereduksi zat pencemar udara :













DAFTAR
POHON/TANAMAN PEREDUKSI ZAT PENCEMAR UDARA

NO. JENIS MENYERAP / MENJERAP
POHON Pb CO CO2 SO2 Debu Penapis Bau
1 Damar (Agathis alba) √ √
2 Mahoni (Swientenia mahagoni) √ √
3 Jamuju (Podocarpus siamea) √
4 Pala (Mirystica fragrans) √
5 Asam landi (Pithecelobium dulce) √ √ √
6 Johar (Cassia siamea) √
7 Angsana (Pterocarpus indicus) √ √ √
8 Keben (Barringtonia asiatica) *) √
9 Tanjung (Mimusops elengi) *) √ √ √
10 Glodogan (Polyathea longiforsa) *) √
11 Kenari ( (Canarium) √
12 Meranti Merah (Shorealeprosula) √
13 Kere Payung (Filicium decipiens) √
14 Medang Lilin (Litsea roxburghii) *) √
15 Sempur (Dillenia ovata) √
16 Kupu-kupu (Bauhinia purpurea) √
17 Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) √
18 Akasia (Acacia auriculiformis) √
19 Beringin (Ficus benyamina) √
20 Cempaka (Michelia champaka) √
21 Lidah Mertua (Sanseviera trifasciata) √
22 Flamboyant (Delonix regia) √ √
23 Salam (Eugenia polyantha) √ √

*) Serapan terhadap zat pencemar rendah

Akan semakin menarik lagi apabila ada ketentuan setiap wisatawan yang berkunjung dihimbau atau diwajibkan menanam pohon yang bibitnya sudah disiapkan oleh pengelola untuk ditanam di kawasan tersebut dengan diberikan semacam label nama, alamat dan foto sehingga disamping memberikan peluang bisnis baru bagi pengelola juga memberikan daya tarik bagi wisatawan untuk mengetahui perkembangan pohon yang ditanam dikawasan itu. Dengan demikian disamping dapat berfungsi menyerap CO2 juga menghasilkan O2 yang dibutuhkan oleh wisatawan, menambah kandungan cadangan air tanah, mengikat tanah supaya tidak mudah erosi, serta dapat mereduksi kebisingan. Selain dari pada itu , larangan pengunjung untuk tidak merokok atau ada tempat tersendiri bagi perokok di dalam obyek wisata harus sudah dapat diwujudkan agar dapat menjadi kebiasaan pengunjung untuk bersifat ramah lingkungan dan menjaga kebersihan di obyek wisata.

3. Pengendalian Pencemaran Limbah Padat
Sampah dengan beragam jenisnya merupakan produk yang pasti dihasilkan oleh wisatawan di obyek wisata. Ada yang berupa plastik, kertas, daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu tempat sampah harus disediakan dalam jumlah yang cukup dan ditempatkan pada lokasi / titik yang menjadi konsentrasi pengunjung. Bentuk tempat sampah dan TPS (tempat pembuangan sementara) yang tertutup merupakan tempat sampah yang direkomendasikan karena dapat mencegah lalat, lindi karena air hujan dan bau serta estética. Bila memungkinkan sudah saatnya untuk disediakan tempat sampah organik dan anorganik . manakala jumlah sampah organik cukup banyak maka pengelola perlu untuk mengolah sampah menjadi kompos sekaligus sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat luas.

4. Pengendalian kerusakan lingkungan.
Pada obyek wisata yang topografinya bergelombang perlu diwaspadai terhadap adanya erosi tanah sehingga terasiring, penanaman pohon menjadi bagian penting yang harus selalu dilaksanakan. Penghijauan pada lokasi sumber mata air juga menjadi bagian penting untuk aspek konservasi. Selain itu, penanaman dan pemeliharaan tanaman langka serta satwa harus selalu ditingkatkan karena dapat dijadikan sebagai media untuk mendidik masyarakat agar mengenali dan mencintai potensi flora dan fauna

5. Pemasangan rambu-rambu larangan bagi pengunjung untuk tidak merusak lingkungan termasuk kebiasaaan coret mencoret bangunan harus selalu ditingkatkan dan bila perlu ditegaskan sangsinya agar patuh terhadap aturan dan pada gilirannya dapat menjadi kebiasaaan dan gaya hidup masyarakat.



V. KESIMPULAN


Dilema antara kepentingan ekonomis dan kepentingan konservasi biasanya yang menyebabkan mempertahankan fungís-fungsi lingkungan serta kelestarian lingkungan tidak berjalan optimal. Penerapan yang terburu-buru tanpa analisis lingkungan dapat menyebabkan dampak lingkungan yang sangat besar, dimana pemulihan terhadap dampak ini membutuhkan biaya yang tinggi

Perencanaan yang matang dan hati-hati mutlak diperlukan dalam penerapannya. Pertimbangan yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan ekonomis tapi lebih pada pertimbangan ekologis

Pelibatan masyarakat dan stake holder lainnya perlu dilakukan untuk mendukung pengelolaan kawasan obyek wisata yang juga perlu mengedepankan profesionalisme pengelolanya agar berwawasan lingkungan

Evaluasi yang dilakukan secara terus menerus oleh para pengelola kawasan wisata diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan tersebut, sehingga dikemudian hari benar-benar menjadi potensi yang menjanjikan tidak hanya bagi kepentingan pariwisata tapi juga kepentingan konservasi itu sendiri.

Selasa, 26 Oktober 2010

PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM BERASASKAN KONSERVASI HAYATI



SNI 01-5009.6-2001

1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan kriteria pengusahaan pariwisata alam berasaskan konservasi hayati (PPABKH); dan nama dan lokasi kawasan pelestarian alam di Indonesia.
2 Acuan normatif
2.1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2.2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
2.3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
2.4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2.6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

2.7 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
2.8 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
2.9 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
2.10 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
2.11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
2.12 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
2.13 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 167/Kpts-II/1994 tanggal 25 April 1994 tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam.
2.14 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 446/Kpts-II/1996 tanggal 23 Agustus 1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam.
2.15 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 447/Kpts-II/1996 tanggal 23 Agustus 1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam.
2.16 Keputusan Menteri Kehutanan dan PerkebunanNomor: 602/Kpts-II/1998 tanggal 21 Agustus 1998 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembnagunan Kehutanan dan Perkebunan.
3 Istilah dan definisi
Istilah dan definisi yang berkaitan dengan pengusahaan pariwisata alam berasaskan konservasi hayati sesuai dengan SNI 01-5009.5-2001 tentang istilah dan definisi pengusahaan pariwisata alam berasaskan konservasi hayati.
4 Kriteria pengusahaan pariwisata alam berasaskan konservasi hayati
Pengusahaan pariwisata alam berasaskan konservasi hayati (PPABKH) dapat dinilai dari dua standar, yaitu standar pengelolaan dan standar keberhasilan.
4.1 Standar Pengelolaan mencakup lima standar, yaitu :
4.1.1 Standar perusahaan, dengan kriteria
- Bentuk badan usaha
- Organisasi badan usaha
- Modal badan usaha
- Sistem berusaha
4.1.2 Standar perizinan, dengan kriteria
- Rekomendasi kegiatan usaha
- Izin pengusahaan
- Pungutan izin usaha
- Iuran hasil usaha
4.1.3 Standar perencanaan, dengan kriteria
- Rencana pengelolaan
- Rencana karya pengusahaan
- AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL) atau UKL dan UPL
4.1.4 Standar pelaksanaan, dengan kriteria
- Kegiatan nyata
- Promosi
- Pelayanan wisata
- Penelitian dan pengembangan
- Pelaporan
4.1.5 Standar peralatan dan perlengkapan, dengan kriteria
- Sarana pengusahaan pariwisata alam
- Prasarana pengusahaan pariwisata alam
4.2 Standar Keberhasilan mencakup lima standar, yaitu :
4.2.1 Standar kelestarian usaha, dengan kriteria :
- Hasil usaha
- Peningkatan pendapatan daerah/konstribusi terhadap daerah
- Keuntungan badan usaha
- Kuantitas dan kualitas pengunjung
- Keamanan dan kenyamanan pengunjung
- Ketertiban dan kepatuhan pengunjung
- Keselamatan pengunjung
4.2.2 Standar kelestarian kawasan, dengan kriteria :
- Keutuhan kawasan
- Keaslian kawasan
- Penataan kawasan
- Keamanan kawasan
4.2.3 Standar kelestarian obyek wisata alam, dengan kriteria :
- Keutuhan obyek wisata alam
- Keaslian obyek wisata alam
- Keamanan obyek wisata alam
4.2.4 Standar pemberdayaan sumber daya manusia setempat, dengan kriteria :
- Peran serta masyarakat dalam kegiatan usaha
- Keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan saham usaha
- Penggunaan sumber daya manusia setempat sebagai tenaga kerja
- Apresiasi/penghargaan terhadap adat istiadat masyarakat
4.2.5 Standar kesejahteraan masyarakat setempat, dengan kriteria :
- Peningkatan pendapatan
- Peningkatan taraf hidup
- Menipisnya kesenjangan social
- Berkurangnya kecemburuan social
- Semakin baiknya kerukunan hidup bermasyarakat
CATATAN Dalam proses pengembangan pengusahaan pariwisata alam, dimungkinkan adanya pengembangan lokasi kawasan pelestarian alam; pengembangan acuan normatif; pengembangan istilah dan definisi yang akan disajikan dalam suplemen dari dokumen ini.



PARIWISATA ALAM DI INDONESIA
A.1 Nama dan Lokasi Taman Nasional di Indonesia
1. Taman Nasional Gunung Leuser (luas ±1.094.692 Ha), di Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara.
2. Taman Nasional Kerinci Seblat (luas ±1.375.349,87 Ha), di Propinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
3. Taman Nasional Siberut (luas ±190.500 Ha), di Propinsi Sumatera Barat.
4. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (luas ±127.698 Ha), di Propinsi Jambi dan Riau.
5. Taman Nasional Berbak (luas ±162.700 Ha), di Propinsi Jambi.
6. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (luas ±365.000 Ha), di Propinsi Bengkulu dan Lampung.
7. Taman Nasional Way Kambas (luas ±130.000 Ha), di Propinsi Lampung.
8. Taman Nasional Kepulauan Seribu (luas ±108.000 Ha), di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
9. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (luas ±15.000 Ha), di Propinsi Jawa Barat.
10. Taman Nasional Gunung Halimun (luas ±40.000 Ha), di Propinsi Jawa Barat.
11. Taman Nasional Ujung Kulon (luas ±44.337 Ha), di Propinsi Jawa Barat.
12. Taman Nasional Kepulauan Karimun Jawa (luas ±111.625 Ha), di Propinsi Jawa Tengah.
13. Taman Nasional Baluran (luas ±25.000 Ha), di Propinsi Jawa Timur.
14. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (luas ±50.276,20 Ha), di Propinsi Jawa Timur.
15. Taman Nasional Meru Betiri (luas ±58.000 Ha), di Propinsi Jawa Timur.
16. Taman Nasional Alas Purwo (luas ±43.420 Ha), di Propinsi Jawa Timur.
17. Taman Nasional Bali Barat (luas ±19.002,89 Ha), di Propinsi Bali.
18. Taman Nasional Gunung Rinjani (luas ±40. 000 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
19. Taman Nasional Kelimutu (luas ±5.000 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
20. Taman Nasional Komodo (luas ±173.300 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
21. Taman Nasional Manupeu-Tanah Daru (luas ±87.984,09 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
22. Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti (luas ±47.014 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
23. Taman Nasional Danau Sentarum (luas ±132.000 Ha), di Propinsi Kalimantan Barat.
24. Taman Nasional Gunung Palung (luas ±90.000 Ha), di Propinsi Kalimantan Barat.
25. Taman Nasional Betung Kerihun (luas ±800.000 Ha), di Propinsi Kalimantan Barat.
26. Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka (luas ±181.090 Ha), di Propinsi Kalimantan Barat.
27. Taman Nasional Tanjung Putting (luas ±415.040 Ha), di Propinsi Kalimantan Tengah.
28. Taman Nasional Kutai (luas ±198.629 Ha), di Propinsi Kalimantan Timur.
29. Taman Nasional Kayan Mentarang (luas ±1.360.500 Ha), di Propinsi Kalimantan Timur.
30. Taman Nasional Lore Lindu (luas ±217.991,18 Ha), di Propinsi Sulawesi Tengah.
31. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (luas ±105.194 Ha), di Propinsi Sulawesi Tenggara.
32. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (luas ±287.115 Ha), di Propinsi Sulawesi Utara.
33. Taman Nasional Taka Bone Rate (luas ±530.765 Ha), di Propinsi Sulawesi Selatan.
34. Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (luas ±1.390.000 Ha), di Propinsi Sulawesi Tenggara.
35. Taman Nasional Bunaken (luas ±89.065 Ha), di Propinsi Sulawesi Utara.
36. Taman Nasional Manusela (luas ±189.000 Ha), di Propinsi Maluku.
37. Taman Nasional Lorentz (luas ±2.505.600 Ha), di Propinsi Irian Jaya.
38. Taman Nasional Wasur (luas ±413.810 Ha), di Propinsi Irian Jaya.
39. Taman Nasional Cendrawasih (luas ±1.453.500 Ha), di Propinsi Irian Jaya.
A.2 Nama dan Lokasi Taman Hutan Raya di Indonesia
1. Taman Hutan Raya Cut Nyak Dien (luas ±6.220 Ha), di Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
2. Taman Hutan Raya Bukit Barisan (luas ±51.600 Ha), di Propinsi Sumatera Utara.
3. Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta (luas ±500 Ha), di Propinsi Sumatera Barat.
4. Taman Hutan Raya Sultan Sarif Hasyim (luas ±5.920 Ha), di Propinsi Riau.
5. Taman Hutan Raya Raja Leo (luas ±1.122 Ha), di Propinsi Bengkulu.
6. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (luas ±22.244 Ha), di Propinsi Lampung.
7. Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda (luas ±590 Ha), di Propinsi Jawa Barat.
8. Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok (luas ±6 Ha), di Propinsi Jawa Barat.
9. Taman Hutan Raya R. Suryo (luas ±25.000 Ha), di Propinsi Jawa Timur.
10. Taman Hutan Raya Ngurah Rai (luas ±1.373,5 Ha), di Propinsi Bali.
11. Taman Hutan Raya Nuraksa (luas ±3.155 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
12. Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Yohanes (luas ±1.900 Ha), di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
13. Taman Hutan Raya Sultan Adam (luas ±112.000 Ha), di Propinsi Kalimantan Selatan.
14. Taman Hutan Raya Palu (luas ±8.100 Ha), di Propinsi Sulawesi Tengah.
15. Taman Hutan Raya Murhum (luas ±8.146 Ha), di Propinsi Sulawesi Tenggara.
A.3 Nama dan Lokasi Taman Wisata Alam di Indonesia.
1. Taman Wisata Alam Pulau Weh (luas ±3.900 Ha), di Aceh Utara-Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
2. Taman Wisata Alam Kepulauan Banyak (luas ±227.500 Ha), di Aceh Selatan- Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
3. Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh (luas ±575 Ha), di Dairi-Propinsi Sumatera Utara.
4. Taman Wisata Alam Holiday Resort (luas ±1.963,75 Ha), di Labuhan Batu-Propinsi Sumatera Utara.
5. Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang (luas ±500 Ha), di Tapanuli Utara-Propinsi Sumatera Utara.
6. Taman Wisata Alam Deleng Lancuk (luas ±435 Ha), di Tapanuli Utara-Propinsi Sumatera Utara.
7. Taman Wisata Alam Lau Debuk-debuk (luas ±7 Ha), di Deli Serdang-Propinsi Sumatera Utara.
8. Taman Wisata Alam Mega Mendung (luas ±12,5 Ha), di Tanah Datar-Propinsi Sumatera Barat.
9. Taman Wisata Alam Lembah Harau (luas ±27,5 Ha), di Lima Puluh Koto-Propinsi Sumatera Barat.
10. Taman Wisata Alam Rimbo Panti (luas ±575 Ha), di Pasaman-Propinsi Sumatera Barat.
11. Taman Wisata Alam Muka Kuning/Batam (luas ±2.065,62 Ha), di Batam-Propinsi Riau.
12. Taman Wisata Alam Punti Kayu (luas ±50 Ha), di Palembang-Propinsi Sumatera Selatan.
13. Taman Wisata Alam Bukit Kaba (luas ±13.490 Ha), di Rejang Lebong-Propinsi Bengkulu.
14. Taman Wisata Alam Pungguk Benakat (luas ±1.122 Ha), di Bengkulu Utara-Propinsi Bengkulu.
15. Taman Wisata Alam Linggarjati (luas ±11,51 Ha), di Kuningan-Propinsi Jawa Barat.
16. Taman Wisata Alam Situgunung (luas ±100 Ha), di Sukabumi-Propinsi Jawa Barat.
17. Taman Wisata Alam Telaga Bodas (luas ±23,85 Ha), di Garut-Propinsi Jawa Barat.
18. Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran (luas ±37,7 Ha), di Ciamis-Propinsi Jawa Barat.
19. Taman Wisata Alam Cimanggu (luas ±154 Ha), di Bandung-Propinsi Jawa Barat.
20. Taman Wisata Alam Carita (luas ±95 Ha), di Pandeglang-Propinsi Jawa Barat.
21. Taman Wisata Alam Gunung Papandayan (luas ±221 Ha), di Garut-Propinsi Jawa Barat.
22. Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu (luas ±370 Ha), di Bandung-Propinsi Jawa Barat.
23. Taman Wisata Alam Kawah Kamojang (luas ±500 Ha dan ±250 Ha), di Garut-Propinsi Jawa Barat.
24. Taman Wisata Alam Telaga Warna (luas ±5 Ha), di Bogor-Propinsi Jawa Barat.
25. Taman Wisata Alam Telaga Patenggang (luas ±65 Ha), di Bandung-Propinsi Jawa Barat.
26. Taman Wisata Alam Gunung Pancar (luas ±447 Ha), di Bogor-Propinsi Jawa Barat.
27. Taman Wisata Alam Sukawayana (luas ±16 Ha), di Sukabumi-Propinsi Jawa Barat.
28. Taman Wisata Alam Pulau Sangiang (luas ±1.228,5 Ha), di Serang-Propinsi Jawa Barat.
29. Taman Wisata Alam Jember (luas ±50 Ha), di Cianjur-Propinsi Jawa Barat.
30. Taman Wisata Alam Gunung Tampomas (luas ±1.250 Ha), di Sumedang-Propinsi Jawa Barat.
31. Taman Wisata Alam Grojogan Sewu (luas ±64,3 Ha), di Karang Anyar-Propinsi Jawa Barat.
32. Taman Wisata Alam Sumber Semen (luas ±17,1 Ha), di Rembang-Propinsi Jawa Tengah.
33. Taman Wisata Alam Tuk Songo (luas ±6,5 Ha), di Semarang-Propinsi Jawa Tengah.
34. Taman Wisata Alam Gunung Selok (luas ±126,2 Ha), di Cilacap-Propinsi Jawa Tengah.
35. Taman Wisata Alam Telogowarno, Pengilon (luas ±39,6 Ha), di Wonosobo-Propinsi Jawa Tengah.
36. Taman Wisata Alam Plawangan Turgo (luas ±131 Ha), di Sleman-Propinsi Jawa Tengah.
37. Taman Wisata Alam Gunung Gamping (luas ±1,1 Ha), di Sleman-Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
38. Taman Wisata Alam Tretes (luas ±10 Ha), di Pasuruan-Propinsi Jawa Timur.
39. Taman Wisata Alam Gunung Baung (luas ±195,5 Ha), di Pasuruan-Propinsi Jawa Timur.
40. Taman Wisata Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup (luas ±92 Ha), di Banyuwangi-Propinsi Jawa Timur.
41. Taman Wisata Alam Panelokan (luas ±540 Ha), di Bangli-Propinsi Bali.
42. Taman Wisata Alam Sangeh (luas ±13.969 Ha), di Badung-Propinsi Bali.
43. Taman Wisata Alam Suranadi (luas ±52 Ha), di Lombok Tengah-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
44. Taman Wisata Alam Pelangan (luas ±500 Ha), di Lombok Tengah-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
45. Taman Wisata Alam Kerandangan (luas ±320 Ha), di Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
46. Taman Wisata Alam Bangko-bangko (luas ±2.169 Ha), di Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
47. Taman Wisata Alam Pulau Salonda (luas ±2.600 Ha), di Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
48. Taman Wisata Alam Pulau Moyo (luas ±6.000 Ha), di Sumbawa-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
49. Taman Wisata Alam Gili Meno, Gili Ayer, Gili Trawangan (luas ±2.954 Ha), di Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat.
50. Taman Wisata Alam Tuti Adigae (luas ±5.000 Ha), di Alor-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
51. Taman Wisata Alam Pulau Besar (luas ±3.000 Ha), di Sikka-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
52. Taman Wisata Alam Manipo (luas ±2.499,5 Ha), di Kupang-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
53. Taman Wisata Alam Ruteng (luas ±32.248,6 Ha), di Manggarai-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
54. Taman Wisata Alam Bipolo (luas ±352,62 Ha), di Kupang-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
55. Taman Wisata Alam Teluk Maumere (luas ±59.450 Ha), di Sikka-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
56. Taman Wisata Alam Teluk Kupang (luas ±50.000 Ha), di Kupang-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
57. Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau (luas ±9.900 Ha), di Ngada-Propinsi Nusa Tenggara Timur.
58. Taman Wisata Alam Baning (luas ±315 Ha), di Sintang-Propinsi Kalimantan Barat.
59. Taman Wisata Alam Gunung Kelam (luas ±520 Ha), di Sintang-Propinsi Kalimantan Barat.
60. Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling (luas ±533 Ha), di Palangkaraya-Propinsi Kalimantan Tengah.
61. Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (luas ±2.000 Ha), di Kumai-Propinsi Kalimantan Tengah.
62. Taman Wisata Alam Pulau Kembang (luas ±60 Ha), di Barito Kuala-Propinsi Kalimantan Selatan.
63. Taman Wisata Alam Pleihari (luas ±1.500 Ha), di Pleihari-Propinsi Kalimantan Selatan.
64. Taman Wisata Alam Bukit Suharto (luas ±61.850 Ha), di Samarinda-Propinsi Kalimantan Timur.
65. Taman Wisata Alam Sangalaki (luas ±280 Ha), di Berau-Propinsi Kalimantan Timur.
66. Taman Wisata Alam Batu Angus (luas ±635 Ha), di Bitung-Propinsi Sulawesi Utara.
67. Taman Wisata Alam Batu Putih (luas ±615 Ha), di Bitung-Propinsi Sulawesi Utara.
68. Taman Wisata Alam Air Terjun Wera (luas ±250 Ha), di Donggola-Propinsi Sulawesi Tengah.
69. Taman Wisata Alam Danau Matano (luas ±30.000 Ha), di Luwuk-Propinsi Sulawesi Tengah.
70. Taman Wisata Alam Danau Towuti (luas ±65.000 Ha), di Luwuk-Propinsi Sulawesi Selatan.
71. Taman Wisata Alam Bantimurung (luas ±18 Ha), di Maros-Propinsi Sulawesi Selatan.
72. Taman Wisata Alam Goa Patunuang (luas ±1.500 Ha), di Maros-Propinsi Sulawesi Selatan.
73. Taman Wisata Alam Malino (luas ±3.500 Ha), di Gowa-Propinsi Sulawesi Selatan.
74. Taman Wisata Alam Sidrap (luas ±500 Ha), di Sidrap-Propinsi Sulawesi Selatan.
75. Taman Wisata Alam Nanggala III (luas ±500 Ha), di Luwuk-Propinsi Sulawesi Selatan.
76. Taman Wisata Alam Cani Sirenrang (luas ±3.125 Ha), di Bone-Propinsi Sulawesi Selatan.
77. Taman Wisata Alam Lejja (luas ±1.265 Ha), di Sopeng-Propinsi Sulawesi Selatan.
78. Taman Wisata Alam Mangolo (luas ±3.933,3 Ha), di Kolaka-Propinsi Sulawesi Selatan.
79. Taman Wisata Alam Tirta Rimba Air Jatuh (luas ±488 Ha), di Buton-Propinsi Sulawesi Selatan.
80. Taman Wisata Alam Kepulauan Kapoposang (luas ±50.000 Ha), di Pangkep-Propinsi Sulawesi Selatan.
81. Taman Wisata Alam Teluk Lasolo (luas ±81.800 Ha), di Kendari-Propinsi Sulawesi Tenggara.
82. Taman Wisata Alam Gunung Api Banda (luas ±734,46 Ha), di Maluku Tengah-Propinsi Maluku.
83. Taman Wisata Alam Pulau Marsegu (luas ±11.000 Ha), di Maluku Tengah-Propinsi Maluku.
84. Taman Wisata Alam Taman Laut Banda (luas ±2.500 Ha), di Maluku Tengah-Propinsi Maluku.
85. Taman Wisata Alam Pulau Kassa (luas ±1.100 Ha), di Maluku Tengah-Propinsi Maluku.
86. Taman Wisata Alam Pulau Pombo (luas ±998 Ha), di Maluku Tengah-Propinsi Maluku.
87. Taman Wisata Alam Gunung Meja (luas ±460,25 Ha), di Manokwari-Propinsi Irian Jaya.
88. Taman Wisata Alam Nabire (luas ±100 Ha), di Nabire-Propinsi Irian Jaya.
89. Taman Wisata Alam Sorong (luas ±945 Ha), di Sorong-Propinsi Irian Jaya.
90. Taman Wisata Alam Beriat (luas ±9.193,75 Ha), di Sorong-Propinsi Irian Jaya.
91. Taman Wisata Alam Klamono (luas ±1.909,37 Ha), di Sorong-Propinsi Irian Jaya.
92. Taman Wisata Alam Teluk Yotefa (luas ±1.650 Ha), di Jayapura-Propinsi Irian Jaya.
93. Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido (luas ±183.000 Ha), di Biak-Propinsi Irian Jaya.

Minggu, 24 Oktober 2010

TIPS MENGHILANGKAN KEJENUHAN DI LINGKUNGAN KERJA


tips menghilangkan kejenuhan berdasarkan
pengalaman dilapangan :
1. Mulailah memikirkan sesuatu yang bersifat fun (menghibur). Mungkin salah
satu teman anda pernah melakukan lelucon atau hiburan pada anda. Atau pun
mengingat hal terkonyol yang pernah anda lakukan. Ingat jangan pernah
memikirkan masalalu yang menurut anda menyedihkan!!


2. Ciptakan pemandangan yang berbeda di tempat kerja anda. Jika anda
seorang pekerja kantoran mungkin anda bisa memasang foto anak anda. Atau
pun mengganti lukisan yang ada dalam kantor anda. Jika anda seorang
mahasiswa anda bisa memasang foto-foto teman anda foto sewaktu anda kecil
atau pun foto kekasih anda pada folder yang selalu anda bawa.
3. Kenali lingkungan anda. Jangan terlalu menjadi pendiam atau pun kurang
bergaul. Dan jangan pernah memilih teman. Siapa saja yang anda kenal
akan menjadi warna dalam hidup anda. Kenali dosen teman sekelas, teman
kerja, ibu kantin dll.
4. Mulailah membuat lingkungan anda menjadi menarik. Anda bisa mencari
teman untuk saling berbagi cerita, dan saling berbagi pendapat tentang
pekerjaan anda atau pun pengalaman yang menarik.
5. Lakukan gerakan-gerakan kecil yang dapat menimbulkan irama sambil
bernyanyi di dalam hati. Contohnya menggetukan jari-jari anda diatas meja,
menggerakan telapak kaki anda dll, sehingga mengeluarkan irama ketukan
BUANG RASA JENUH ANDA Created By : Rio_Zail
Buang Rasa Jenuh Anda ___________________ 17/04/2009 Created By : Rio_zail
yang halus. Memang terdengar konyol akan tetapi gerakan dan irama tersebut
dapat membuat anda lebih rileks dan nyaman.
6. Buatlah penampilan anda berbeda dari sebelumnya menjadi lebih baik.
Mengganti pakaian yang berbeda dari minggu-minggu sebelumnya. Merubah
gaya rambut anda. Memakai pernak-pernik yang berbeda. Sehingga membuat
penampilan anda lebih menarik dan menawan.
7. gunakanlah property yang berada disekitar
anda untuk dijadikan mainan bagi anda.
Mungkin disekitar anda terdapat alat tulis yang
dapat anda putar-putar dengan jari anda. Atau
sebuah kertas yang bisa anda lipat menjadi
sebuah pesawat kertas. Menggambar dengan menggunakan alat tulis yang
ada di sekitar anda.
8. Sesekali manfaat kan waktu istirahat ataupun waktu luang anda untuk
melakukan kegiatan yang bersifatnya refreshing. Seperti bermain biliard
jalan-jalan dll
9. Hindari lingkungan yang tidak bersahabat. Ataupun lingkungan yang selalu
membuat anda tidak nyaman.
10. Berfikir positif terhadap apapun yang terjadi seperti dimarahi dosen,
dimarahi atasan, dll itu adalah wujud kepedulian mereka terhadap anda
11. Jaga stamina tubuh anda sebelum melakukan rutinitas. Anda bisa
mengkunsumsi suplemen penambah stamina, makan-makanan yang begizi. Dll

untuk download aplikasi unit. silahkan download :

http://www.ziddu.com/download/13716002/IrwanSusantodipantaiDepok.JPG.html



..



Minggu, 11 April 2010

PERENCANAAN PASAR DAN POTENSI EKOWISATA PETUNGKRIYONO KABUPATEN PEKALONGAN



PERENCANAAN PASAR DAN POTENSI
EKOWISATA PETUNGKRIYONO KABUPATEN PEKALONGAN

A. Pendahuluan
Petungkriyono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang berlokasi di lereng Gunung Ragajembangan pada ketinggian 900 – 1600 dpl. Kawasan ini berupa pegunungan yang sejuk dengan beraneka kemolekan dan keindahan alam yang sangat mempesona dan tepat untuk dijadikan tempat wisata.

B. Kondisi Existing Ekowisata Petungkriyono
Dari Kota Kajen sebagai ibukota Kabupaten Pekalongan, Petungkriyono berada di sebelah selatan dengan jarak 30 km dan dapat dicapai dengan kendaraan umum melalui Kecamatan Doro. Lokasi Petungkriyono berada + 40 dari obyek wisata Dataran Tinggi Dieng yang dapat dicapai dari Kota Wonosobo dan Bajarnegara melalui jalur Sibebek-Gumelem atau Kalibening-Simego.
Perbukitan dengan tutupan hutan alam yang menghijau lebat menjadi suguhan utama ketika memasuki Petungkriyono. Di beberapa lokasi seperti di Desa Sokokembang dan Curugmuncar, tampak pula lairan-aliran sungai jernih menyususri lembah serta air terjun yang mencurah dari tebing-tebing perbukitan, yang semakin menambah kemolekan alam kawasan ini. Terdapat tujuh air terjun di Petungkriyono yang sering dikunjungi wisatawan yakni Curug Muncar, Curug Banteng, Curug Lawe, Curug Kedunglumbu dan Curug Sibedug. Petungkriyono meliputi areal seluas 5000 ha dikenal sebagai daerah rimbawan yang masih kaya dengan berbagai macam satwa yang hampir punah seperti elang Jawa, owa, surili, macan tutul dan macan kumbang.
Potensi Ekowisata Petungkriyono yang telah mulai dikembangkan sejak Januari 2006, ternyata hanya berjalan di tempat. Pengelolaan yang diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik, ternyata mengalami banyak hambatan. Di samping SDM yang belum siap dari sisi pengetahuan, manajemen, ketrampilan ekowisata dsb, juga ditambah belum nampaknya usaha untuk mempromosikan potensi tersebut kepada pasar yang ada.
Oleh karena itu hal utama yang perlu dilakukan adalah penetapan pola manajemen yang jelas dalam pengelolaanya, promosi yang terarah dan lebih memberdayakan masyarakat yang ada di kawasan ekowisata. Dalam makalah ini akan difokuskan pada promosi untuk mengangkat potensi tersebut menjadi sumber pendapatan, baik bagi daerah Kecamatan Petungkriyono maupun tumbuhnya ekonomi masyarakat sekitar serta pelestarian alam dan konservasi hayati yang ada.

C. Pemasaran Terfokus
Kawasan Ekowisata dikelola bersama masyarakat yang tergabung dalam LMDH bekerja sama dengan Perum Perhutani, Pemda Kabupaten Pekalongan dan LSM KF (Comunity Forestry).
Ekowisata Petungkriyono termasuk jenis wisata minat khusus sehingga pangsa pasar yang dibidik adalah wisatawan tertentu yang memiliki kepekaan pada lingkungan ataupun diharapkan menjadi peka dan cinta pada lingkungan sekitar.

D. Permasalahan
Pada prinsipnya, masalah yang signifikan dalam pengembangan kawasan ini sebagai kawasan ekowisata adalah akses masuk yang relatif susah. Kendaraan yang tersedia tidak begitu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat karena terbatasnya jumlah kendaraan dan jam operasi. Kondisi yang demikian menyebabkan kurangnya minat masyarakat regional untuk datang berkunjung. Yang pada akhirnya berimbas pada jumlah kunjungan wisata.
Sampai sekarang Kawasan ekowisata masih menghadapi kendala, dimana masyarakat dalam hal ini LMDH belum siap secara manajemen untuk mengelola, sehingga diperlukan bimbingan teknis secara terpadu. Masyarakat kurang terlibat karena ekowisata belum secara riil bermanfaat secara ekonomi, sehingga perlu diupayakan peningkatan kesadaran masyarakat secara berkesinambungan.
Selain itu kendala yang lainnya adalah sarana prasarana pendukung belum representatif. Melihat kondisi dan lokasi yang berjauhan sedang akses masih cukup sulit, sehingga pengunjung yang datang belum dapat menikmati secara nyaman fasilitas yang telah dibangun dalam tahap pertama.

Pemasaran dilakukan dengan promosi obyek wisata baru ke berbagai pihak antara lain bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Pekalongan ke sekolah sejalan dengan program pendidikan lingkungan yang sedang dikembangkan. Sasaran pasar yang akan dikerjakan adalah siswa SD, SLP dan SLA di Wilayah sekitar Kabupaten Pekalongan dengan target utama pada hari-hari libur sekolah.
Dalam jangka panjang, target pasar yang akan dicapai dalam jangka panjang adalah wisatawan asing, dengan metode promosi yang dikembangkan dan pemasaran berupa paket wisata dengan Kantor parbud,Perum Perhutani, Biro Wisata maupun dengan biro perjalanan maupun paket-paket wisata penelitian ke berbagai negara diharapkan jumlah pengunjung meningkat 10% pertahun dari jumlah pengunjung yang ada pada saat ini.

Jumat, 09 April 2010

Senam bersama di Objek wisata Linggoasri

Objek wisata Linggoasri nan gemulai di lereng Rogo jembangan

Obyek wisata Linggoasri terletak 7 km dari Kota Kajen, ditepi jalan raya Pekalongan – Banjarnegara. Menempati area pengembangan seluas 8 ha, obyek wisata Linggoasri berada di antara wilayah pengembangan pariwisata Merapi-Merbabu dengan wilayah pegembangan pariwisata pantai utara bagian barat dengan melewati kawasan pegunungan Dieng. Dengan posisi yang sangat strategis berada dalam jalur pengembangan wisata Jawa Tengah tersebut, potensi bagi pengembangan kawasan Linggoasri sebagai obyek wisata menjadi sangat besar dan menjanjikan.

Obyek wisata Linggoasri berada di kawasan pegunungan dengan ketinggian 700 meter dpl. Sebagaimana daerah pegunungan lainnya, udara di kawasan Linggoasri cukup sejuk dengan suhu rata-rata 25 C serta memiliki lanskap alam yang mempesona dengan bentang alam yang berbukit-bukit di penuhi pepohonan hutan yang masih asri.

Selain kaya dengan panorama alamnya yang indah, Linggoasri juga menyimpan kekayaan budaya berupa artefak dan nilai-nilai tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakatnya hingga sekarang. Di lokasi Linggoasri terdapat situs peninggalan sejarah sisa kejayaan mataram hindu berupa Lingga-Yoni. Sementara itu kehidupan sosial-budaya masyarakat Linggoasri menampilkan kehidupan masyarakat pedesaan yang masih bersahaja dengan seperangkat nilai-nilai tradisi yang  masih dipraktekkan hingga saat ini seperti  tradisi sedekah bumi, dan Syawalan.

Perpaduan potensi alam, pegunungan dan hutan  serta kondisi masyarakat dengan keunikan tradisi yang dimiliki Linggoasri tersebut, telah membawa daerah ini  menjadi salah satu tempat yang menarik untuk di kunjungi dan dinikmati. Oleh karena itulah sejak tahun 2000, pemerintah Kabupaten Pekalongan menjadikan kawasan Linggoasri sebagai salah satu lokasi prioritas dalam pengembangan Pariwisata.

Namun seiring dengan keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah baik keterbatasan SDM maupun dana dan lokasi daerah wisata yang ada, pengembangan kawasan wisata Linggoasri tidak dapat dilakukan secara optimal, melainkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan daerah.  Hingga tahun 2005 hasil dari capaian pengembangan Obyek Wisata Linggoasri telah berhasil mewujudkan adanya berbagai sarana dan prasarana berupa fasilitas Kolam renang, Villa, Taman Bermain anak, Kebun binatang mini, Kolam pemancingan, Mushola, Ruang pengelola, MCK, tempat parkir dan panggung Kesenian.