Minggu, 19 Juni 2011

BAB I PENDAHULUAN

Mozaik sejarah pekalongan

Potensi Sejarah Budaya Kabupaten Pekalongan
Pengkajian terhadap potensi sumberdaya budaya, arkeologi, tradisi dan lain-lain merupakan langkah awal yang penting dalam usaha pengelolaan warisan budaya bangsa. Untuk mengkaji potensi berbagai sumberdaya budaya yang merupakan aset berharga bagi pemerintah Kabupaten Pekalongan harus dilakukan melalui penelitian, pendeskripsian, analisis dan mengeksplanasikan hasil temuan dalam informasi yang utuh.


Dengan diketahuinya potensi kemajemukan budaya dan sumberdaya alam yang mendukung maka tujuan selanjutnya adalah menyusun bahan informasi untuk masyarakat luas tentang sumberdaya Kabupaten Pekalongan yang ternyata memiliki daya saing dan daya banding yang tinggi dan kompetitif. Bahan informasi tentang sumberdaya tinggalan sejarah budaya diharapkan mampu memberikan wawasan pengetahuan, sehingga masyarakat akan dapat mempelajari, mengetahui, memahami melindungi dan melestarikan yang pada akhirnya dapat memanfaatkan untuk peningkatan harkat, martabat dan derajat masyarakat. Di samping itu diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan dan pegangan bagi penentu kebijakan untuk pengelolaan dan penanganan warisan budaya serta sumberdaya alam agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Dengan pemanfaatan sumberdaya budaya dan alam (pesona alam) melalui kepentingan peningkatan nilai-nilai luhur kehidupan ideologi, pendidikan, dan jalur ekonomi maka diharapkan akan dapat membantu pemerintah dalam membentuk manusia Indonesia seutuhnya mencakup kebutuhan rokhani dan jasmani (material, moral, mental dan spiritual). Dalam jangka panjang hasil penelitian ini tentunya akan ditindaklanjuti dengan langkah pengelolaan ,pembangunan dan pengembangan. Dengan demikian maka sumberdaya yang semula merupakan aset potensial yang seakan masih ditempatkan pada menara gading, akan dapat dimanfaatkan secara maksimal baik oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat sebagai pewarisnya. Dengan demikian secara khusus tinggalan masa prasejarah yang merupakan sumberdaya utama dalam pembangunan ekonomi dan jati diri dapat diberdayagunakan untuk kepentingan, masyarakat dan pemerintah Kabupaten Pekalongan. Potensi sumberdaya arkeologi khususnya tinggalan sejarah budaya berbentuk monumental akan sangat penting artinya dalam pembangunan daerah dalam berbagai sektor.
Obyek wisata sebagai sarana utama dalam memenuhi kebutuhan rekreasi dan hiburan, dan secara tidak langsung dapat dipergunakan sebagai pusat studi tentang pertumbuhan dan perkembangan sejarah budaya Kabupaten Pekalongan. Tinggalan tradisi megalitik dengan munculnya kemampuan kemahiran penuangan logam merupakan suatu kebangkitan dari budaya nenek moyang yang begitu spektakuler karena hadirnya bangunan-bangunan yang sangat monumental. Kemahiran dalam penempaan dan penuangan logam telah mendorong masyarakat untuk lebih memudahkan dalam pengerjaan, membuat dan pendirian bangunan batu besar. Pembangunan sarana-sarana pemujaan, upacara, dan penguburan dari batu-batu besar dengan segala aspek perilakunya akan sangat penting artinya dalam mengungkapkan pola tindak dan pola karya serta perilaku dalam berbagai aktivitas masyarakat. Nilai-nilai yang bersifat abstrak pada tradisi megalitik (masa prasejarah) begitu penting artinya dalam usaha mengetahui bagaimana tingginya budaya serta peradaban masa lalu. Dengan tradisi megalitik akan dapat diambil butir-butir budaya yang bersifat positif yang dapat diteladani. Tinggalan nenek moyang masa lalu yang bersifat negatif, misalnya upacara dengan minuman keras, kurban hewan yang berlebihan dan lain-lain perlu ditinggalkan. Memang tinggalan warisan nenek moyang ada yang bersifat negatif ada pula yang positif. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberadaan bangunan megalitik merupakan cikal bakal atau bahkan merupakan embrio dari munculnya percandian di Indonesia. Bangunan-bangunan megalitik yang berupa teras berundak mendasari bangunan candi, yang senantiasa dikaitkan dengan gunung suci pada masa perkembangan Hindu Budha. Kehadiran candi Borobudur, Sukuh, Ceto, Jago dan lain-lain dalam bentuk bangunan teras berundak merupakan unsur lama yang tampil yang merupakan bukti adanya akulturasi budaya . Percampuran antara budaya lama dan budaya baru atau antara budaya prasejarah dan budaya dari agama Hindu dan Budha merupakan hal yang penting sebagai bukti adanya ide kebersamaan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Demikian pula tampilnya teras berundak di Kabupaten Pekalongan bersama bangunan dari masa Hindu merupakan akulturasi budaya yang berarti menunjukkan pula adanya kelangsungan lokal genius. Dalam hal ini lokal genius merupakan suatu karya cipta, rasa dan karsa nenek moyang asli bangsa Indonesia. Lokal genius menunjukkan adanya ketahanan budaya dari nenek moyang masa prasejarah yang dapat terus eksis dan mempengaruhi budaya dan hasil karya dari budaya masa berikutnya yaitu masa Hindu dan Budha. Lokal genius merupakan suatu bukti dari kemajuan dan kehidupan budaya lama masa prasejarah yang tetap memberikan warna dalam pembangunan berbagai sarana pemujaan pada masa perkembangan Hindu-Budha. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa lokal genius merupakan pengetahuan yang begitu penting bagi suatu masyarakat, bangsa, daerah maupun negara dimana situs yang menunjukkkan bukti lokal genius itu berada. Dengan bukti-bukti adanya lokal genius dan akulturasi budaya bangsa di Kabupaten Pekalongan ini maka hal itu tidak hanya diartikan sebagai pengkayaan budaya dalam bentuk perkembangan bangunan fisik saja. Lebih dari itu keberadaan akulturasi budaya dan lokal genius jelas membuktikan adanya semangat kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan yang berkaitan dengan moral dan spiritual.
Dengan uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guna budaya Kabupaten Pekalongan secara dimensional dan multisektor meliputi antara lain :
1. Budaya Pekalongan yang memiliki sejarah budaya yang bersifal lokal sangat penting artinya dalam memberikan sumbangan dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya bangsa (budaya nasional).
2. Budaya Kabupaten Pekalongan memiliki nilai historis yang tinggi baik secara lokal, nasional, regional maupun internasional.
3. Tinggalan hasil budaya Kabupaten Pekalongan ikut memperluas cakrawala dan fenomena arkeologi Indonesia, sehingga mampu berbicara dalam tataran nasional maupun regional, baik yang mencakup local genius (basic personality) maupun tradisi megalitik (megalithic tradition).
4. Mampu meningkatkan identitas dan karakter budaya bangsa (cultural identity dan cultural character).
5. Hasil budaya nenek moyang Kabupaten Pekalongan dapat meningkatkan kebanggaan nasional dan rasa percaya diri, sehingga tidak silau dalam menghadapi pertemuan dengan bangsa lain.
6. Merupakan salah satu kekuatan yang dapat meningkatkan jatidiri dan kepribadian bangsa.
7. Ikut berperan dalam memperkuat dan memperkokoh ketahanan dan ketangguhan budaya bangsa, sehingga anak bangsa tidak mudah larut dalam pengaruh budaya asing yang menyesatkan yang bersifat instan dan glamour.
8. Budaya Kabupaten Pekalongan mempunyai kekuatan untuk meningkatkan persahabatan dan perdamaian antar bangsa se-Asia Tenggara maupun dunia. Melalui tinggalan megalitik yang keberadaannya menjangkau Asia Tenggara maupun di kawasan luarnya.
9. Meningkatkan kesohoran nama Indonesia dan dapat dimanfaatkan untuk menopang perekonomian masyarakat maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pariwisata.
10. Menumbuh kembangkan rasa solidaritas dan kepedulian serta membangkitkan rasa ikut memiliki (sense of belonging).



ARTI PENTINGNYA WARISAN SEJARAH BUDAYA

Nenek moyang bangsa Indonesia telah mewariskan kepada keturunannya yang berupa ”kemajemukan”. Kemajemukan tersebut adalah kemajemukan suku bangsa, kemajemukan bahasa, kemajemukan budaya, kemajemukan kepercayaan dan agama. Tetapi dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika dengan jelas dikatakan bahwa walaupun terdiri dari bermacam-macam tetapi tetap satu. Hal ini tampaknya harus dipegang ketat seandainya bangsa ini akan menyingsingkan lengan baju untuk membangun negeri ini agar tetap dalam ketentraman dan kesejahteraan di bawah NKRI. Dalam hal ini budaya Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu hasil warisan nenek moyang yang tidak dapat dipisahkan dengan sukubangsa, dan budaya suku-suku bangsa yang lain di Indonesia. Kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Untuk itu maka pemahaman sejarah budaya bangsa terhadap anak didik harus dipacu agar mereka mengerti bagaimana ketatnya persatuan dan kesatuan yang telah digalang nenek moyang masa lalu. Kalau nenek moyang masa lalu dianggap sebagai bangsa yang primitif, mengapa anak bangsa sekarang tidak dapat menanamkan rasa kebersamaan, persatuan dan gotong royong seperti nenek moyang masa lalu?. Ketidak mampuan bangsa Indonesia membangun bangsanya (nation building), dan sulit mempersatukan anak bangsa karena sifat egosentrisme dan sifat arogansi yang mementingkan diri sendiri atau kelompok. Hal ini disebabkan ketidak mampuan bangsa ini dalam mengimplementasikan kehidupan nenek moyang masa lalu yang begitu luhur sebagai suri teladan. Budaya sebagai bingkai persatuan dan kesatuan luntur dan begitu lemah dalam membangkitkan persatuan dan kesatuan yang melekat di sanubari setiap anak bangsa.
Bagaimana cara nenek moyang membangun sarana-sarana untuk bermusyawarah maupun penguburan yang begitu megah, besar dan beratnya puluhan bahkan ratusan ton mencerminkan pribadi nenek moyang yang begitu luhur. Secara bersama-sama mereka mengambil bahan batuan (bahan baku), bersama-sama meraka melakukan upacara bersama-sama, mereka menyumbangkan hewan kurban, dan lain sebagainya. Itu semua karena didalam hati sanubari nenek moyang telah terbangun jiwa kebersamaan dan gotong royong dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan. Hal ini dapat diketahui dari hasil studi analogi ethnografi atau etnoarkeologi serta participant observation yang dilakukan pada living megalithic tradition.
Masa prasejarah adalah suatu masa atau perioda sebelum ditemukannya peninggalan tertulis. Bagaimana keadaan kabupaten Pekalongan pada masa prasejarah dan bagaimana kehidupan nenek moyang pada saat itu. Pertanyaan ini merupakan dasar berpijak untuk melakukan studi prasejarah Pekalongan. Data yang dapat dimanfaatkan dalam mengetahui dan, mengungkapkan latar belakang kehidupan masa prasejarah dapat memanfaatkan sumberdaya arkeologi yang ditemukan di wilayah tersebut.
Pekalongan pada masa sejarah klasik (Hindu-Budha Jawa Kuno) telah memberikan catatan yang agak jelas. Meskipun data-data historiografi klasik, berupa tinggalan yang ada di wilayah Pekalongan tidak seluruhnya memiliki sumber yang jelas. Epigrafi berupa prasasti tinggalan masa klasik di Pekalongan, menempatkan keberadaan Pekalongan pada masa Hindu-Budha jawa kuno di utara, dan dapat dikatakan memberikan bukti bahwa di Pekalongan pada masa abad tersebut merupakan daerah yang memiliki peran penting terhadap munculnya kerajaan Hindu-Budha di Jawa Tengah.
Dari lima buah prasasti yang ditemukan di kabupaten Pekalongan terdiri prasasti Sojomerto, prasasti Indrokilo (Petungkriono), prasasti Banjaran (Reban), prasasti Kepokohan (Blado) dan prasasti Bendosari (Gringsing). Dari sejumlah prasasti tersebut, salah satu prasasti memberikan petunjuk bahwa Pekalongan pernah ada suatu pemerintahan di bawah kekuasaan Dapunta Selendra . Kemudian beberapa naskah atau ceritera/ babad seperti cerita Parahyangan, Siksakandang Karesian, Cariosan Prabu Siliwangi yang menceritakan raja-raja keturunan Galuh Padjajaran hampir dikatakan memiliki kurun waktu yang sama dengan naskah-naskah sastra Jawa Tengah pada periode Mataram Islam. Naskah Sunda yang merupakan karya sastra pantun lebih banyak menceritakan kehidupan raja Sunda sebagai raja-raja agama Hindu-Budha Tantra. Karena di dalamnya lebih banyak mengandung muatan yang bersifat dongeng mistis, tidak bisa dijadikan sebagai sumber sejarah. Meskipun sebagian menceritakan kekuasaan raja-raja sunda di Jawa, ada yang mendekati kepada informasi kesejarahan. Di dalam penelusuran sejarah Pekalongan masa klasik Hindu-Budha jawa kuno melalui naskah-naskah sunda, hanya satu sumber dari naskah cariosan Prabu Siliwangi yang berhubungan dengan persekutuan terhadap kerajaan-kerajaan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang berlangsung pada tahun 1133 M.
Oleh karena itu di dalam menyusun sejarah lokal seperti sejarah Pekalongan khususnya, yang pertama diketahui adalah aspek-aspek umum yang menyangkut geografi kuno dan perkembangan geomorfologinya. Kemudian pada tahap-tahap berikutnya kita lihat bukti-bukti arkeologi maupun geografi sejarah yang memiliki korelasi dengan sejarah kerajaan besar masa klasik di Jawa Tengah. Kemudian pada abad transisi yang meliputi dari masa pra-sejarah ke abad pertama masa sejarah Jawa Tengah dapat diartikan sebagai awal masa masuknya agama Hindu-Budha di daerah Pekalongan. Bukti-bukti sejarah lainnya ditandai adanya prasasti, artefak bangunan suci, dan benda lain yang mengandung makna etnografis.
Pada periode berikutnya bersamaan dengan perkembangan sejarah modern kita akan mengetengahkan sejarah datangnya agama Islam di Jawa dalam kurun abad XIV – XVII bersamaan dengan timbulnya kota-kota pantai (pesisir) di Jawa yang menjadi pusat pengembangan baik ekonomi, politik maupun agama. Setelah kerajaan Islam Demak telah menjadi kota pantai, Pekalongan dan Pekalongan sebagai salah satu wilayah lalu lintas perdagangan dan perkembangan penduduk, yang memiliki indikasi sebagai kota pelabuhan niaga. Dan seterusnya pelabuhan-pelabuhan tersebut menjadi kekuatan utama di pantai utara bagi kerajaan pedalaman seperti Mataram Islam, dan salah satu yang terpenting bagi kolonialisme adalah bahwa sepanjang daerah belahan jawa utara sejak abad XVII hingga XIX telah menjadi obyek eksploitasi untuk menghasilkan bahan pangan yang dibutuhkan Eropa.
Pekalongan yang masuk di dalamnya sebagai wilayah pesisir potensial telah mengalami sejarah baru terhadap kedudukan (status) pemerintahan yang berubah-ubah, sesuai sistem pemerintahan yang dibentuk oleh Belanda atas hasil perjanjian antara Belanda dan raja-raja Mataram Islam di pedalaman. Dan ketika memasuki masa pra-kemerdekaan perubahan-perubahan tersebut masih berlaku hingga tahun 1966 (masa gerakan G30S PKI). Di mana Pekalongan tetap menjadi kabupaten hingga sekarang. Dengan demikian dalam setiap fase kesejarahan seperti yang tersusun dalam buku Mozaik Sejarah Kabupaten Pekalongan ini dapat dikatakan tidak seluruhnya bisa secara rinci termuat di dalamnya, namun setidaknya secara historiografi Pekalongan memiliki catatan sejarah berdasarkan hasil penelitian ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar